Pages

Subscribe:

Jumat, 21 Juni 2013

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


TUGAS PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN



NAMA            : DEWI AGUS SAPUTRI
NIM                : C31120067
PRODI            : PRODUKSI TERNAK





JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma dalam dunia ilmu pengetahuan dikembangkan oleh Thomas S. Khun dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution (1970:49). Secara testimologis paradigma diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan sumber nilai). Dengan demikian maka paradigma merupakan sumber hukum, metode yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan,sehingga sangat menentukan sifat,ciri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma dapat diartikan sebagai keutuhan konseptual yang sarat dengan muatan ajaran,teori,dalil,bahkan juga pandangan hidup untuk dijadikan dasar dan arah pengembangan segala hal. Dalam istilah ilmiah, paradigma kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia dan ilmu pengetahuan lain, misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainnya. Istilah paradigma kemudian berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, pola pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,perubahan serta proses pembangunan.

B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional
Pancasila harus dipahami sebagaisatu kesatuan organis, dimana masing-masing silanya saling menjiwai atau mendasari sila-sila lain, mengarahkan dan membatasi. Pemahaman pancasila juga harus diletakkan dalam suatu kesatuan integrative dengan pokok-pokok pikiran yang digariskan di dalam pembukaan UUD 1945. Tanpa pemahaman seperti tersebut, akan kehilangan maknanya, pancasila dapat ditafsirkan secara subyektif, menjadi terdistorsi dan kontraproduktif. Manusia adalah subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila dan pendukung negara.
Negara adalah organisasi atau persekutuan hidup manusia,maka Negara dalam mewujudkan tujuannya melalui pembangun nasional guna mewujudkan tujuannya seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakekat manusia monopluralis, yaitu susunan kodrat manusia jiwa dan badan, sifatkodrat manusia,individu dan sosial kedudukan kodrati manusia sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk ciptaan Tuhan YME.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung konsekuensi bahwa dalam segala pembangunan nasional harus berdasarkan pada hakikat nilainilai pancasila dan hakikat nilai-nilai pancasila harus berdasarkan pada hakikat manusia. Maka pembangunan nasional untuk hakikat kodrat manusia dan harus meliputi aspek jiwa (akal, rasa dan kehendak), aspek badan, aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan aspek kehidupan Ketuhanannya. Kemudian pembangunan nasional dijabarkan ke berbagai bidang pragmatis seperti ekonomi, politik, hukum, pendidikan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, kehidupan agama dan lain-lain.


a. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan hasil kreativitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreativitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan dari IPTEK adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat umat manusia, maka IPTEK pada hakikatnya tidak bebas nilai, namun terkait nilai-nilai. Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. IPTEK yang kita letakkan di atas Pancasila sebagai paradigmanya, perlu kita pahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologi, epistemologis, dan aksiologinya.
a. Ontologis.
Hakikat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan aktivitas manusiayangtidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Sebagai masyarakat menunjukkan banyaknya academic community yang dalam hidup kesehariannya para warganya mempunyai concern untukterusmenerus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, konparasi, dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta impilikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.
b. Epistemologi.
Bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dijadikan “metode berfikir”, dalam arti menjadikan dasar dan arah di dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, parameter kebenaran serta pemanfaatan hasilhasil yang dicapainya ialah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
c. Aksiologi.
Bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut di atas, kemanfaatan dan efek pengembangan IPTEK secara negatif tidak bertentangan dengan ideal Pancasila dan secara positif mendukung untuk mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Dengan menggunakan Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila menjadi asumsi-asumsi dasar bagi pamahaman di bidang ontologis, epistemologis dan aksiologisnya.

D. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam.
Pembangunan nasional dirinci di berbagai bidang antara lain politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan yang penjabarannya tertuang pada GBHN. Pembangunan yang sifatnya humanistis dan pragmatis harus mendasarkan pada hakikat manusia dan harkat manusia sebagai pelaksana sekaligus tujuan pembangunan, sebagai pengembangan Poleksosbudhankam, maka pembangunan pada hakikatnya membangun manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya, secara lengkap, meliputi seluruh unsur hakikat manusia yang monopluralis.
a. Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik
Pengembangansistem politik negara harus berdasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai makhluk individu, social yang terjelma sebagai rakyat.
Rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara, maka kekuasaan negara harus berdasarkan kekuasaan rakyat, bukannya kekuasaan perseorangan atau kelompok. Manusia sebagai subjek negara, maka kehidupan politik dalam suatu Negara harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara, seperti diungkap para pendiri negara, misalnya Muh. Hatta mengharuskan dasar moral untuk negara, bukan berdasar kekuasaan, maka dalam sistem politik Negara termasuk para elit politik, para penyelenggara negara harus tetap memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur dan memegang budi pekerti kemanusiaan atau terus mendasarkan moralitas sebagaimana tertuang dalam nilai sila-sila Pancasila.
b. Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi
Dalam pembangunan ekonomi perlu didasari bahwa pembangunan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, tetapi demi kemanusiaan, dan kesejahteraan seluruhbangsa, didasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Menurut Mubyarto, pembangunan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan, ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistic dengan mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara  luas. Tujuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia agar lebih sejahtera, maka ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan, ekonomi harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, dari monopoli, ekonomi harus menghindari yang menimbulkan penindasan manusia satu dengan yang lainnya.
c. Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial budaya
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial budaya, artinya nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat kita sendiri, yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri (kristalisasi, nilai-nilai adat istiadat, tradisi, budaya, pustaka, dan keagamaan) dijadikan dasar/landasan pengembangan social budaya. Prinsip etika Pancasila bahwa nilai-nilai Pancasila diangkat dari harkat dan martabat manusia sebagai malkhluk berbudaya.
Menurur Koentowijoyo, (1986), Pancasila sebagai sumber normatif bagi peningkatan humanisasi dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka kesadaran, Pancasila dapat merupakan dorongan untuk universalisasi, artinya melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur dan transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual. Kepentingan politik demi kekuasaan mengakibatkan masyarakat melakukan aksi tidak beradab, tidak manusiawi dan idak human, sehingga meningkatkan fanatisme etnis di berbagai daerah yang mengakibatkan lumpuhnya keberadaban. Untuk menghindari aksi demikian, maka pengembangan sosial budaya harus berdasarkan nilai-nilai Pancasila yaitu nilai-nilai kemanusiaan, nilai Ketuhanan dan nilai keberadaban.
d. Pancasila sebagai paradigma pengembangan Pertahanan Keamanan
Pertahanan dan keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan terjaminnya harkat dan martabat manusia atau terjaminnya hak asasi manusia, bukan untuk kekuasaan, agar tidak melanggar HAM. Demi tegaknya HAM bagi warga negara, maka diperlukan perundang-undangan negara, baik untuk mengatur ketertiban warga maupun melindungi hak-hak warganya. Negara bertujuan melindungi segenap wilayah negara dan warganya, maka keamanan menjadi syarat tercapainya kesejahteraan warga negara dan pertahanan negara demi tegaknya integritas seluruh warga begara. Dalam hal ini diperlukan aparat keamanan negara dan penegak hukum negara. Pertahanan dan keamanan harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yaitu demi terciptanya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME (sila I dan II), demi kepentingan seluruh warga negara (sila III), mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat dan kebebasan kemanusiaan (sila IV) dan harus dapat mewujudkan keadilan dalam masyarakat (sila V).

E. Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum dan Pengembangan Hak Asasi Manusia
Runtuhnya Orde Baru tanggal 21 Mei 1998 ditandai dengan rusaknya bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegakannya semakin jauh dari nilai-nilai kemanutsiaan,kerakyatan,dan keadilan. Padahal Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berfikir, sumber nilai dan sumber arah penyusunan  dan perubahan hukum positif di Indonesia, sehingga fungsi Pancasila sebagai paradigma hukum atau berbagai pembaharuan  hukum di Indonesia. Produk hukum dapat berubah dan diubah sesuai perkembangan jaman, perkembangan IPTEK dan perkembangan aspirasi rakyat, namun sumber nilai (nilai-nilai Pancasila) harus tetap tidak berubah.
Pancasila harus tetap menjadi sumber norma, sumber nilai dan kerangkan berfikir dalam pembaharuan hukum, agar hukum dapat aktual atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebagai paradigma pembaharuan hukum, maka Pancasila adalah cita-cita hukum yang berkedudukan sebagai staf undamentalnorm di dalam negara Indonesia. Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai-nilai religius, nilai hokum kodrat,nilai hukum moral, pada hakekatnya merupakan sumber material hokum positif Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis. (Kaelan,2001: 254). Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum merupakan sumber norma dan sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik menyangkut aspirasinya, kemajuan peradabannya, maupun kemajuan IPTEK. Oleh karena itu, upaya untuk pembaharuan hukum benar-benar mampu pengantarkan manuia Indonesia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi menuju perwujudan hak asasi manusia (HAM) yang selaras, serasi dan seimbang dengan hakekatnya sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab. Indonesia adalah negara hukum, maka segala tindakan kenegaraan harus diatur oleh ketentuan-ketentuan yuridis, sehingga ada supremasi hukum,menjamin hak-hak asasi .manusia dan hak-hak asasi manusia dijunjung tinggi serta dilindungi.
Secara obyektif, HAM merupakan kewenangan-kewenangan pokok yang melekat pada manusia sebagai manusia, artinya yang harus diakui dan dihormati oleh masyarakat dan negara, sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama serta sebagai makhluk yang berbudi pekerti luhur dan berkarsa merdeka.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun tentang Hak Asasi Manusia, di dalam konsiderannya yang dimaksud Hak Asasi Manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dam merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Selain hak asasi manusia, UU No.39 Tahun 1999 juga menentukan Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban jika tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia. Lebih lanjut UU tersebut menegaskan, demi tegaknya hak asasi manusia, maka semua bentuk pelanggaran HAM yang dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok orang atau penguasa negara dan aparat negara baik yang disengaja maupun tidak disengaja harus dihindari.

F. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa dan negara dimasa lampau, mengoreksi segala kekurangannya,sambil merintis pembaharuan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki. Hal ini mutlak diperlukan dalam upaya pemantapan kebijaksanaan nasional untuk menyongsong dan mencapai masa depan bangsa yang aman dan sejahtera. Pancasila yang merupakan lima aksioma yang disarikan dari kehidupan masyarakat Indonesia jelas akan mantap jika diwadahi dalam sistem politik yang demokratis, yang dengan sendirinya menghormati kemajemukan masyarakat Indonesia. Pemilihan umum, salah satu sarana demokrasi yang penting, baru dipandang bebas apabila dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Peranan Pancasila dalam era reformasi harus nampak sebagai paradigma ketatanegaraan, artinya Pancasila menjadi kerangka pikir atau pola pikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai Dasar Negara. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia haru selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat, maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum yang jelas. Jadi hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Reformasi politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan yang memang diperlukan oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum, ekonomi, sosial budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus sesuai dengan kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara sistematik dan terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang apapun. Jangan sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini. Kualitas kewarganegaraan yang tinggi dikalangan para pemimpin selain dapat memahami dan menjabarkan sila-sila Pancasila yang abstrak, tetapi juga mampu memimpin rakyat yang memang hidup dalam lingkungan primondialnya masing-masing agar tidak keliru memberi makna kekuasaan bagi seorang pemimpin. Kekuasaaan adalah kemampuan untuk mendorong orang lain untuk melaksanakan kemauan penguasa. Kekuasaan tidak akan terasa sebagai paksaan kalau penggunaannya disertai dengan kewibawaan, yaitu penerimaan kekuasaan itu secara sadar dan sukarela oleh mereka yang dikuasai. Dengan lain perkataan, sesungguhnya kekuasaan yang mantap adalah kekuasaan yang bersifat demokratis.

G. Pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan beragama
Salah satu sumber materi perumusan Pancasila baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai Pandangan hidup bangsa dan negara RI adalah sejarah perjuangan dan perkembangannya di masa lalu. Khusus yang berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan bersama dalam masyarakat, pada masa kejayaan kerajaan Majapahit warga masyarakat penganut agama Hindu dan agama Budha hidup berdampingan dengan damai. Kedamaian tersebut , salah satu acuannya adalah sesuai dalam buku Sutasoma oleh Empu Tantular (1365) yaitu ”Bhinneka Tunggal Ika,Tan Hana Dharma Mangrua” yang artinya walaupun berbeda,satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda. Sesati ini dipenggal menjadi dua, Bhinneka Tunggal Ika menjadi nama lambang Negara Indonesia dan Tan Hana Dharma Mnagua menjadi nama lambang Lemhannas.
Kalimat kedua pada hakikatnya bermakana ”agama pada prinsipnya sama hanya wujud pengabdiannya kepada Tuhan yang berbeda”. Jika prinsip ini dihayati dan diamalkan oleh warga masyarakat Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa, adat istiadat yang beraneka ragam, dan agama/kepercayaan yang berbeda maka akan mewujudkan sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat termasuk tolenransi kehidupan antar pemeluk agama. Pancasila yang menjadi sumber tertib hukum naional, nilai-nilai yang dikandungnya bersifat abstrak dituangkan ke dalam kaidah atau norma-norma hukum yang mengatur kehidupan negara sebagai lembaga dan kesejahteraan sosial kepada para warga negara sebagai anggota masyarakat.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dijabarkan kedalam pasal 29 UUD 1945 menjamin hak warga negara memeluk agama dan kepercayaan masing-masing. Berkenaan dengan hak tersebut, harus disadari bahwa hak akan dinikmati jika diimbangi dengan kewajiban yang harus dilaksanakan. Jadi toleransi kehidupan antar pemeluk agama dalam masyarakat akan terwujud jika para pemeluk agama menyadari adanya kewajiban yang merupakan keharusan untuk menghormati pemeluk agama yang berbeda dengan agama yang dianutnya. Dalam hubungan antara negara dengan agama ditegaskan bahwa tidak ada agama negera, tetap negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan, hidup dan diakui oleh negara, mendapat tempat yang layak dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sendi pokok dari setiap agama dan kepercayaan kepada Tuhan.

H. Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Kampus
Pancasila pada aktualitasnya di negara Republik Indonesia dijadikan dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi naisonal, maka nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus terus-menerus meresap dalam kehidupan manusia Indonesia dan mewujudkan dalam sikap dan perilaku kehidupannya sehari-hari.
Aktualisasi Pancasila secara obyektif ialah terwujud dalam bidang kehidupan kenegaraan yaitu meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif, dan yudikatif, juga bidang pragmatis yaitu politik, ekonomi, social budaya, hukum (penjabaran ke dalam undang-undang), GBHN, pendidikan dan hankam. Aktualisasi Pancasila secara subyektif adalah perwujudan kesadaran inidvidu antara manusia Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang taat dan pauh, baik aparat penyelenggara negara, penguasa negara maupun elit politik dalam meaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya selalu berlandaskan moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sesuai yang terkandung dalam Pancasila. Kampus adalah tempat hunian atau perkampungan masyarakat ilmiah atau masyarakat intelektual, maka harus mengamalkan budaya akademik ,tidak terjebak dalam politik peraktis atau legitimasi kepentingan penguasa.
Masyarakat kampus harus berpegang pada komitmen moral yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan, bertanggungjawab secara moral, bertanggungjawab terhadap bangsa dan negaraeraan serta mengabdi untuk kesejahteraan kemanusiaan.
Kampus dalam wujud Perguruan Tinggi mengemban tugas dan misi pokok pendidikan,penelitian dan pengabdian masyarakat (Tridharma Perguruan Tinggi). Menurut PP No. 60 Tahun 1999, Pendidikan dilaksanakan di ruang kuliah melalui pendidikan ini ilmu  pengetahuan dan teknologi diberikan kepada para mahasiswa untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan SDM yang berkualitas, Penelitian dilakukan di laboratorium, di lapangan, di perusahaan, di rumah sakit atau di mana saja, penelitian bersifat obyektif dan ilmiah, baik kaidah serta untuk menemukan kebenaran ilmiah atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Penelitian harus berpegang pada moral kejujuran yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Hasil Penelitian bermanfaat bagi kemanusiaan dan kesejahteraan manusia demi harkat dan martabat manusia. Pengabdiaan kepada masyarakat dilaksanakan di luar kampus ditengah-tengah masyarakat, di arena kehidupan riil masyarakat luas. Hal ini merupakan wahana kegiatan memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam memberikan sumbangsih kepada masyarakat.
Kegiatan pengabdiaan kepada masyarakat demi kesejahteraan umat manusia, demi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan, maka harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan sesuai yang terkandung dalam Pancasila. Warga Perguruan Tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integrasi ilmiah, maka masyarakat akademik harus selalu mengembangkan buadaya akademik atau budaya ilmiah yang berupa esensi dari aktivitas perguruan tinggi. Ciri-ciri mayarakat ilmiah sebagai budaya akademik menurut Suhadi,(1998:214) adalah kritis, kreatif, analitis, obyaktif, kontruktif, dinamik, dialogis, menghargai prestasi ilmiah/akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, menghargai dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, berorientasi ke masa depan, menerima kritik dan kemitraan.


0 komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.